OPINI : Beasiswa Pemda untuk Mahasiswa atau Lembaga Pendidikan?

UJARAN.OPINI – Tak bisa dipungkiri bahwa akhir-akhir ini masyarakat Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi. Dilansir Pada Rabu 05 Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2020. Seperti yang diperkirakan banyak pihak, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar -5,32 persen. Hal ini menandakan bahwa efek daripada pandemi covid19 tidak hanya menyentuh sektor kesehatan, tapi juga pada sisi ekonomi yang mulai awal tahun sampai sekarang ini bisa dikatakan mengalami penurunan.

Problematika ini kemudian berlanjut di bidang pendidikan, dimana dilakukan realokasi penyaluran dana pendidikan yang dialihkan kepada penanganan covid19, hal tersebut dinyatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Paristiyanti Nurwardani. Anggaran ini terbagi menjadi 199 Miliar Rupiah untuk pengadaan di Pusat dan 205 Miliar Rupiah dana realokasi ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Alokasi anggaran Covid-19 di pusat pendanaan pengadaan APD, PCR, dan Reagen untuk PTN dan PTS sebanyak 145 Miliar Rupiah. Sementara itu 54 Miliar Rupiah alokasi insentif untuk relawan. Sisanya, dana 205 Miliar Rupiah direalokasikan antara lain ke 25 Rumah Sakit dan Fakultas Kedokteran PTN.

Makanya kebanyakan saudara-saudara kita pada hari ini berlomba-lomba untuk mendapatkan kemudahan mengakses pendidikan dalam bentuk beasiswa. Beasiswa merupakan salah satu alternatif sekarang ini, untuk bagaimana bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Beasiswa juga diartikan sebagai bentuk penghargaan yang diberikan kepada individu dalam ranah pendidikan, dimana penghargaan itu dapat berupa akses tertentu pada suatu atau penghargaan berupa bantuan keuangan. Entah beasiswa yang diberikan oleh pemerintah, lembaga swalayan yang memang peduli pada mereka yang berlatarbelakang ekonominya rendah.

Kadangkala pemberian beasiswa tidak sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, dimana banyak kemudian oknum-oknum yang berkepentingan memanipulasi ini. Baik dari segi pedoman pelaksanaannya, syarat prasyarat, serta permainan monopoli yang tidak sesuai dengan objek beasiswa itu sendiri. Khususnya yang terjadi di Kabupaten Sinjai tempat dimana saya menempuh jenjang pendidikan strata satu.

Di daerah tempat saya ini, beasiswa merupakan hal yang banyak di nantikan teman-teman mahasiswa yang notabenenya mempunyai ekonomi menengah kebawah, hal ini merujuk pada visi misi Bupati Sinjai yang dalam 5 tahun menjabatnya mengeluarkan program Pemberian Penghargaan Beasiswa Mahasiswa dan Bantuan Pendidikan Mahasiswa Berprestasi baik pada tingkat S1, S2 dan S3. Menurut saya ini patut diacungi jempol karena membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia khususnya di kabupaten Sinjai itu sendiri.

Tapi dalam pelaksanaan pertama tahun lalu, terjadi beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya. Dimana payung hukum (pedoman) dalam hal ini Peraturan Bupati Sinjai (Perbup) No. 33 Tahun 2019 memiliki banyak celah pada muatan isinya, sehingga terjadi reaksi negatif dari banyak kalangan mahasiswa, mulai dari penetapan batas IPK yang terlalu tinggi dan akreditasi program studi minimal B. Perlu diketahui bahwa khususnya di kabupaten Sinjai, beberapa kampus banyak yang akreditasi prodinya masih C sehingga menimbulkan riak ditahun 2019.

Kemudian berlanjut pada tahun kedua saat ini, dimana karena pada saat itu terjadi banyak protes dari pihak mahasiswa, maka dari itu Dinas Pendidikan Kab.Sinjai selaku penyelenggara beasiswa ini kemudian mengusulkan untuk dilakukannya revisi perbup ini, agar celah-celah yang dulunya jadi riak bisa diperbaiki dan koheren dengan kondisi pendidikan di kabupaten Sinjai. Olehnya itu terbentuklah Tim Revisi yang di komandoi langsung oleh Disdik dan SK Bupati sebagai pelindungnya.

Tapi apalah daya, dikala Tim Revisi telah selesai merampungkan naskah final Revisi Perbup ini ke Perbup No. 35 Tahun 2020 dan disodorkan ke pihak bagian Hukum dan Ham Setdakab Sinjai. Hasilnya adalah tetap sama, yakni berpedoman pada Perbup no. 33 Tahun 2019, dimana poin-poin penting yang menjadi problem tahun lalu tetap ada pada produk hukum baru ini. Hal ini semakin menguat setelah diadakannya Talkshow Bedah Perbup no. 35 Tahun 2020 oleh teman-teman Dewan Eksekutif Mahasiswa IAIM Sinjai beberapa hari yang lalu, semakin memperjelas bahwa hanya beberapa kata yang diubah, khususnya pada bidang keolahragaan dan masa sanggah hasil seleksi.

Kemudian dari Talkshow ini didapati hal yang mengejutkan, dimana sebelumnya saya meragukan apakah Tim perevisi betul-betul melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi ternyata pengakuan Tim revisi kala itu bahwa hasil final revisinya ternyata tidak digunakan oleh Bagian Hukum dan Ham saat itu, sehingga muncullah kemudian dugaan bahwa antara Tim revisi dan Bagian Hukum ini tidak terbangun kerjasama didalamnya, karena pada saat penentuan perbup mereka (Tim Revisi) tidak dipanggil untuk dirapatkan bersama dan langsung menyerahkan naskahnya untuk ditandatangani oleh Bupati.

Tak hanya persoalan itu saja, lagi-lagi muatan dalam perbup baru ini ada beberapa isi yang tidak sesuai dengan nomenklatur Permendikbud dan Ban-PT yang merupakan tingkatan konstitusi diatasnya. Dimana salah satunya pada BAB V Pasal 5 poin B di Perbup no. 35 Tahun 2020, yang intinya “Telah diterima di PTN/PTS dari fakultas/jurusan dengan akreditasi minimal B atau baik sekali.” Padahal nyatanya tidak ada dalam aturan yang lebih tinggi diatasnya tentang akreditasi fakultas/Jurusan, yang ada hanya akreditasi PT dan Program Studi. Serta beberapa muatan yang lain seperti pemakaian kata IPK dan batasannya.

Hal seperti ini yang tidak ingin kita biarkan berlanjut untuk bagaimana kemudian mencetak produk hukum yang benar-benar bisa mengakomodir seluruh mahasiswa berprestasi di kabupaten Sinjai. Maka dari itu dengan hadirnya Opini ini supaya lebih menyadarkan kita utamanya mereka yang berwenang dalam pembuatan perbup agar lebih profesional dalam menjalankan tugasnya.

Terakhir, saya berharap agar kiranya pemerintah daerah untuk memberhentikan pendaftaran beasiswa ini supaya di kaji ulang terlebih dahulu. Sebab saya yakin bahwa potensi mahasiswa kabupaten Sinjai bisa bersaing dengan daerah lain, maka dengan ini Pemda Sinjai harusnya hadir untuk menyokong terciptanya pendidikan yang bermutu dan berkualitas untuk kabupaten Sinjai Berkemajuan.

Penulis : Sandy, Kementrian Advokasi DEMA IAIM Sinjai.

Note : Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis

0 Comments