Pemuda Dataran Tinggi Gowa yang Menggugat

Kiri (Sultan), Tengah (Nawir), dan Kanan (Mazkrib)

UJARAN.OPINI – “Kelelahan kita semakin parah tenatnya berserta kekejaman mengatasi kedamaian titik pertemuan menjadi tentangan tak siapa mahu beralah. Saat ini siapa lagi sanggup bersemboyan
janjikan harapan semanis janji orang bercinta setiap pembicaraan tanpa persatuan kejujuran mati di hati” (Salmi Manja).

Berikut ungkapan salah seorang penyair perempuan spesialis bahasa asal Malaysia dengan menyuratkan keresahan melalui penggalan syair tentang “Kesejahteraan Hidup Manusia”. Berangkat pada persoalan kesejahteraan manusia seringkali menjadi topik utama dalam tiap perbincangan masyarakat. Tak pelak lagi saat menjelang pesta demokrasi terkhusus pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Yang berdasar pada sistem “Local Self Gofernman”  terkait otonomi daerah yang bersistem Desentralisasi atau kehendak untuk mengatur daerah masing-masing.

Namun tidak untuk mengelabui atau bertentangan dengan “State Self Gofernman” sistem Sentralisasi yang berangkat pada amanah Pancasila dan UUD 1945. Maka dari itu, sebelum Terulang Lagi, kami dari Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi angkat bicara menggugat dan menantang Calon Bupati Gowa (Adnan-Kio) di periode mendatang. “Atur Saja, Yang Penting tak Terulang Lagi !”.

Diera pandemik global ini, pelaksanaan Pilkada yang akan tetap diberlangsungkan pada tanggal 9 Desember 2020 di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Gowa. Tersebut diperkuat oleh UU, yakni Pilkada Serentak 2020 diatur dengan UU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor  2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Menjemput hal demikian, spirit berbagi golongan dalam merias momentum penenentuan nasib lima tahun pemerintahan mendatang kian kontraversial. Belum lagi perihal peran dan spirit pemuda yang masih bernuansa sehat melewati sumpah pemuda, tentunya masih hangat mendialogkan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. Termasuk harapan pemuda dan masyarakat dataran tinggi, yang masih sulit percaya akan terealisasinya kesejahteraan yang dilantunkan calon yang berlumur janji seperti orang bercinta.

Di Gowa, pergantian bupati beberapa periode terakhir yang mahir digosipkan oleh berbagai golongan ialah pemerintahan yang berkedok dinasti hingga sampai ke periode tahun 2020. Namun hal demikian tidaklah menjadi persoalan yang besar, melaikan penerapan program pemerintah yang masih redup diterapkan secara menyeluruh ke masyarakat.

Beragamnya desas desus keluhan masyarakat terkait penerapan visi dan misi bupati sebelumnya menguak dan membukit dari mulut hingga ke telingah-telingah. Kerasahan demikian tak lagi bersifat naratif perorangan lagi, melainkan sudah menjadi informasi publik di kalangan masyarakat, khususnya masayarakat dataran tinggi. Hal demikian pula menjadi catatan penting bagi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi, yang secara garis besar tak terhiraukan oleh pemerintah.

Entah itu karena adanya persekongkolan pemerintah kabupaten dengan pemerintah lokal dalam lingkup kecamatan hingga kelurahan/desa, ataukah keganjalan bupati yang kurang membuka mata kemudian tak menyikapi kurangnya prioritas Pemberdayaan Pemuda, khususnya dataran tinggi.

Berangkat dari diskusi antar pemuda dan mahasiswa dataran tinggi. Pembiaran akan adanya spirit pemuda dataran tinggi baik skala kecamatan sampai kelurahan/desa yang secara suka rela membentuk organ atau solidaritas pemuda dalam memberdayakan generasi demikian sangat minim reponsif bahkan tidak adanya perhatian dari pemerintah kabupaten.

Dengan demikian pula, bahwa potensi pemuda selain melahirkan generasi yang memiliki harapan besar akan kemajuan daerah lokal masing-masing, pun berpotensi untuk bekerja sama dengan masyarakat untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung pada pemerintah. Seperti pemenuhan hak perihal sikap menjelang Pilkada dalam menentukan pilihannya sendiri.

Mosi Tidak Percaya demikian tidak serta merta menjadi kritikan melaikan berdalih pada ungkapan Bupati Gowa Periode lalu dalam hal ini Visi Misi itu sendiri. Dilansir dari File KPUD Gowa terkait Visi Misi Kabupaten Gowa 2015-2020, yakni
Visi :
“Terwujudnya masyarakat yang berkualitas, mandiri dan berdaya saing dengan tata kelola pemerintahan yang baik”
Misi :
1.Masyarakat Gowa yang lebih berkualitas, mandiri dan berdaya saing: terwujudnya masyarakat Gowa yang lebih cerdas, sehat, religius, berkemampuan ekonomi, serta memiliki keunggulan kompetitif.
2.Tata kelola pemerintahan yang lebih baik: Terselenggaranya pemerintahan yang bersih, meninngkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintahan serta meningkatnya kualitas pelayanan publik.

Membaca hal di atas jika dirunut hingga berjalannya satu periode pemerintahan, demikian sangat mengharukan untuk direnungi. Selain daripada banyaknya janji, tanpa menyairkan keganjalan dan kegagalan tersebut ke masyarakat pun, berikut sudah menjadi keresahan publik. Pelaksanaan kebijakan hingga perelesasian program hanya menjadi ancaman bagi masyarakat, khususnya dataran tinggi.

Padahal demikian sudah jelas amanah negara berdasarkan UU RI Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan suatu keharusan yang dipertegas dengan Hak dan Kewajiban Bupati, dalam hal ini mengamalkan Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Selain daripada itu, yang menjadi skala prioritas pelaksanaan program yang dicanakan yakni terkait Pembangunan Infrastruktur, Penanganan Sampah, Peningkatan Pelayanan Publik, Pendidikan, Kesehatan, Pelestarian Budaya dan sebagainya. Hanya berdampak buruk bagi masyarakat, pembangunan hanya menguntukan golongan tertentu seperti pengusaha dan pemerintah. Belum lagi permasalah lain, seperti perambanan hutan, pembebasan lahan, tambang liar, penggusuran, dan beragam permasalahan lainya. Tentunya menjadi pertimbangan masyarakat untuk meretas permasalahan demikian, agar kedepannya pemerintah tidak melakukan pembiaran yang berdampak buruk bagi kehidupan.

Mengambil sample dari beberapa kecamatan, misalnya Tinggimoncong, Tombolo Pao dan Parigi seperti perbaikan fasilitas umum, perbaikan jalan hingga ke pelosok hanya menjadi mimpi belaka golongan masyarakat lokal, daya guna Damkar Mini, Dump Truk, peningkatan SDM dan pelayanan publik lainnya hanya menjadi benalu yang tentunya sangat tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Hal demikian sangat menjadiakan masyarakat yang terdampak meluapkan keresahan melalui cerita ke cerita. Beberapa rangkuman terkait kegelisahan, bahwa kandidat atau calon bupati hanya berkunjung menabur janji ketika menjelang Pilkada. Nah, ketika menduduki jabatan, maka bermunculan alasan beserta melegalkan beragam cara menjaga citra hingga eksploitasi dan diskriminasi pun dibumikan.

Belum lagi, menjelang Pilkada tahun ini. Selain adanya ketakutan akan pandemi, ancaman yang serupa terkait lima tahun pemerintahan mendatang pun jangan sampai hanya menghadirkan kekecewaan. Calon bupati hanya satu paslon (Adnan-Kio) melawan (Kotak Kosong). Ini sangat menjadi dilema besar bagi masyarakat. Bukan persoalan siapa yang akan menduduki jabatan bupati, melainkan ketakutan akan adanya kejadian yang serupa. Masyarakat tak berharap akan semakin pesatnya eksploitasi, diskriminasi pelayanan publik, pembatasan hak, hingga tidak adanya perhatian penuh terkait keresahan-kersahan masyarakat di dataran tinggi.

Pemerintahan gowa di masa sekarang, bisa jadi pembagunan daerah secara umum terlihat maju, namun tingkat kesejahteraan masyarakat kian menjadi momok yang menakutkan. Hal demikian harus menjadi pertimbangan besar dan berhati-hati memilih pemimpin di era mendatang. Sementara tujuan daripada penyelenggaraan Pilkada adalah menentukan pemimpin yang memang benar adanya siap berkorban demi kesejahteraan masyarakat.

Darinya itu, masyarakat hanya merangsang keinginan dan kemerdekaannya untuk memilih. Soal pilihan di Pilkada baik pasangan calon (Adnan-Kio) ataupun (Kotak Kosong) itu bukan urusan siapa yang akan jadi menang. Melainkan ketakutan akan adanya kejadian yang berulang. Termasuk penjajahan harapan, mejalarnya permasalahan hingga redupnya kesejahteraan. Maka dari itu, masyarakat bersama Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi dengan tegas bersepakat dengan prinsip yang kuat menolak janji yang hanya bergandengan niat buruk tanpa adanya jaminan memberi bukti.

Sultan, Nawir dan Iwan Mazkrib selaku perwakilan pemuda kecamatan, kami “Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Dataran Tinggi menantang calon bupati (Adnan-Kio) untuk menyelesaikan permasalahan di dataran tinggi. Daerah Gowa yang luas menuntut sosok pemimpin yang notabene luas pemikirannya.” Kami beradagium : “Atur Saja, Yang Penting tak Terulang Lagi”. (Red/Pensa)

0 Comments