Potret Perempuan dan Kaprah yang Salah

Penulis : Syahruni, Kader HMI Komisariat Syariah dan Hukum Cabang Gowa Raya.

UJARAN.OPINI – Perempuan selalu di bebankan dengan ungkapan brutal yang menyatakan bahwa “seorang perempuan harus pintar masak biar suami betah di rumah” serta berbagai ungkapan seksi yang selalu menekankan perempuan sebagai objek eksploitasi dan subjek pelayanan. Misalnya, candaan-candaan seksi senior kepada junior-junior perempuannya membuat perempuan semakin jauh jatuh ke dalam jurang penderitaan.

Parahnya, tak hanya laki-laki yang melanggengkan sistem patriarki tapi, ”Perempuan yang minim intelektual cenderung mencerca satu sama lain, seperti perkara perselingkuhan dalam hubungan, perempuan lain selalu menyalahkan perempuan yang lainnya sebab mereka dicap perempuan gatal sehingga sang lelakinya jatuh cinta kepadanya.

Kita seharusnya sudah tidak menyalahkan gender. Tapi bertindak lebih logis jika suatu permasalahan muncul di Indonesia. Seorang feminisme yang namanya begitu nyentrik ialah sosok R.A kartini, tapi kali ini saya tak ingin menyebut Raden ajeng kartini sebab beliau menolak adanya kelas sosial yang terbangun sebab dengan adanya kelas sosial maka akan timbul dominasi dan akan terjadi minimnya keadilan dan suatu hari ia pernah berharap bahwa ia lebih baik tidak lahir menjadi seorang Raden Ajeng.

Jauh setelah era kartini. Lahir seorang marsinah yang hingga saat ini kematiannya yang bergitu brutal terhadapnya dan masih terbungkam tak ada tanda keadilan setelah kematian beliau. “Marsinah ialah buruh perempuan yg menggencarkan perlawanan atas tuntutan-tuntutan seperti jam kerja, hingga cuti hamil” ,sampai aparat turun tangan atas aksi yg dilakukan oleh marsinah dan kaum buruh lainnya, sayangnya hingga akhir hayatnya ia dibunuh dan diperkosa tanpa ada keadilan dan pelaku hidup tentram menikmati bunga bangkai yang ia tanam.

Indonesia tampaknya tak pernah bercermin pada masa lalu dari kisah marsinah “sebab masih banyak kasus diera digital yang semakin meredup keuntungan bergaya neolib dan inilah musuh besar bagi kaum feminis bahwa bukan laki-laki tapi sistem yang memperbudak dan mengeksploitasi yang mendominasi dan perempuan selalu menjadi kaum tertindas akibat sistem”.

Kaum perempuan seharusnya tak lagi menjadi the second sex atau rekonstruksi dari laki-laki juga sudah tak seharusnya lagi perempuan harus terlihat layaknya bunga yang tidak harus dirusak seperti kesucian yang di ukur dari kulit tipis seperti tissue dilubang vagina perempuan hingga menjijikkan bagi mereka. Terlihat bahwa laki-laki adalah pemegang kekuasaan dan pemegang kebebasan. Bukannya perempuan juga dapat bertindak seperti yang laki-laki lakukan tanpa takut hukum moral, serta hinanya perempuan dimata lingkungan karena mereka tak diberikan ruang kebebasan di publik seperti pada mesin raksasa yang mengontrol kehidupan mereka agar tak terlihat lebih baik didepan umum.

Tanggungan stigma sosial begitu menjenuhkan. Beritahu saya dimana muka bumi ini perempuan dapat dengan bebasnya mengekspresikan diri mereka dan merasa aman dengan apa yg mereka lakukan tanpa harus takut cercaan publik melayang kepada mereka. Manusia tergiur oleh nikmatnya surga sehingga mencapai klimaks lalu pergi meninggalkan dan mencari bunga baru. Bunga baru yang sering dicari ialah perempuan. Karena perempuan sebagai lambang sebuah kesucian.

0 Comments