OPINI: Geo Politik Global dan Inflasi Ekonomi, Bagaimana Seharusnya Negara Bersikap?

Foto: Syarwan Syam (penulis) merupakan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ushuluddin Filsafat dan Politik Cabang Gowa

UJARAN.OPINI – Mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi demonstrasi di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Jumat (1/4/2022). Aksi diikuti oleh mahasiswa Trisakti, Universitas Indonesia, dan kampus lainnya.

Setelah beredar isu perpanjangan masa jabatan presiden, digulirkan oleh para kepala dan perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).

Isu semakin memanas mengundang aksi massa mahasiswa pada saat wacana penundaan Pemilu 2024. Sebelumnya dikemukakan oleh sejumlah elite politik seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Lalu, dari kalangan partai politik ada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan dua tuntutan, yakni penolakan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024. Mahasiswa meminta Jokowi menyatakan sikap tegas terhadap kedua isu tersebut selambat-lambatnya dua hari setelah aksi.

Jika tuntutan itu tak dipenuhi, aliansi mahasiswa berencana untuk menggelar aksi yang jauh lebih besar. Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyatakan sikap atas wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024.

Oleh karenanya penulis berpendapat bahwa perdebatan terkait ini tak perlu dilanjutkan. Pernyataan ini Faldo sampaikan menanggapi aliansi mahasiswa, yang mengancam akan demo besar-besaran jika Jokowi tak bersikap. tegas terkait dua isu tersebut.

“Ini isu sudah berkali-kali dijawab. Presiden pun sudah tanggapi, tunduk pada konstitusi, setia pada sumpah jabatan. Jadi, ya isunya tidak perlu dikembang-kembangin,” kata penulis.

Sementara dibalik isu penundaan pemilu,
Ada hal yang sangat mendasar mengenai hajat hidup orang banyak, yaitu meningkatnya harga minyak, dan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat, tentu mempengaruhi daya beli masyarakat ditengah inflasi perekonomian negara.

Jika menilik Inflasi yang mendera Indonesia, ada kaitannya dengan geopolitik internasional, yang berujung pada invasi Rusia terhadap Ukraina. Data dari UN Comtrade menunjukkan hubungan dagang Indonesia dengan Ukraina dan Rusia.

Di mana pada tahun 2020, Ukraina memasok sekitar 23,51 persen gandum ke Indonesia. Tidak hanya Ukraina, Rusia pun memiliki hubungan perdagangan pangan yang cukup erat dengan Indonesia.

Sebanyak 15,75 persen pupuk impor Indonesia datang dari Rusia. Di samping itu, kedua negara merupakan sumber dari 7,38 persen produk baja impor Indonesia. Sementara, Rusia membeli sekitar 5 persen produk minyak nabati dari Indonesia.

Rusia adalah salah satu eksportir utama minyak bumi, gas alam, dan barang tambang dunia. Sementara Ukraina adalah salah satu eksportir utama gandum. Di samping itu, sebagai penghasil gas alam dan potash, Rusia juga merupakan produsen pupuk yang cukup besar.

Konflik antara keduanya, terutama setelah sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Rusia, akan mengakibatkan terganggunya suplai bahan makanan dan energi. Hal ini akan memperparah tren inflasi global kedepannya.

Sebelum perang pecah antara kedua negara, ketahanan pangan global sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, yang menyebabkan penurunan jumlah produksi dan ketidakpastian musim tanam.

Perubahan iklim telah memengaruhi perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara dan kekeringan. Tiga hal tadi sudah berkontribusi pada melemahnya ketahanan pangan. Kondisi ini juga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan pangan di waktu mendatang.

Invasi Rusia di ibukota Kyiv Ukraina dikhawatirkan mengganggu ketersediaan beberapa komoditas pangan penting dan komoditas lain yang harganya fluktuatif di pasar internasional.

Konflik ini akan berpengaruh besar pada harga pangan di Indonesia, oleh karena itu harus segera mencari sumber gandum dan pupuk baru secepatnya untuk membatasi kenaikan harga pangan,” ujar Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta kepada merdeka.com, Jakarta, Senin (28/2).

Indonesia masih bisa mencari negara lain untuk substitusi gandum. Selain itu, bahan pokok konsumsi utama Indonesia masih beras sehingga kemungkinan akan berdampak minimum,” tambah Irman. 

Mitigasi risiko dari sisi harga energi ini perlu diperhatikan ditengah permintaan domestik yang mulai akseleratif. Maka perlu diupayakan solusi menghadapi inflasi.

Pertama, harus adanya substitusi impor untuk barang-barang yang diimpor secara langsung dari Ukraina dan Rusia.

Kedua, pemerintah dan Pertamina harus bersiap untuk menahan dampak harga minyak dunia ke neraca Pertamina,dengan menyiapkan dana yang lebih agar inflasi tidak terlalu melonjak, apalagi menjelang lebaran. 

Ketiga, konflik global akan memberikan tantangan terhadap inflasi, terutama produk pangan dan energi. Indonesia harus memanfaatkan G20 untuk bersama-sama membangun rantai nilai perekonomian yang kuat antar negara. Agar lebih resilient atau tahan banting dan membatasi meluasnya dampak perang Rusia.

Hal ini bisa diafirmasi melalui teori interdependensi Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye, teori ini secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah hubungan timbal balik atau hubungan saling
ketergantungan satu sama lain dalam hubungan internasional.
Dalam teori interdependensi, suatu pihak tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara utuh, oleh karena itu dibutuhkan adanya peran dari pihak lain sebagai pelengkap
untuk melakukan suatu interaksi.

Keempat, Pemerintah juga harus terus memonitor imported inflation seiring tren kenaikan harga komoditas global dan normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia. 

Ditengah berbagai tantangan yang dihadapi pada tahun 2022, tentu menjadi alaram bagi pemerintah untuk menguatkan komitmen dan sinergi bersama seluruh pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pertamina dan Bank Indonesia, untuk menguatkan koordinasi kebijakan strategis pengendalian inflasi menjadi kunci, untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Sebab negara ibarat organ-organ yang satu sama lain memiliki peran masing masing, untuk menghadirkan sistem yang stabil.

Jika ada permasalahan dalam suatu negara yang menimbulkan konflik dan pertentangan antara kelas penguasa dan kelas tertindas maka itu adalah hal yang konstan(tetap terjadi), dalam suatu negara, maka hendaklah masyarakat membangun solidaritas organik, untuk mengingatkan pemimpin lewat kritik, agar mengevaluasi kinerjanya guna untuk kepentingan masyarakat.

Disclaimer: Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

0 Comments