Sebelum Nyesal, Kenali Bahaya Tersembunyi di Balik Segelas Susu Kental Manis

Ilustrasi (ist-pin)

UJARAN, Makassar — Ketika pagi masih terasa segar di Kendari, sekelompok ibu dengan penuh kasih sayang mempersiapkan sarapan untuk anak-anak mereka. Di antara roti tawar yang lembut dan nasi hangat, segelas susu kental manis selalu menjadi pilihan utama untuk melengkapi menu sarapan. Bagi mereka, susu kental manis adalah sumber energi yang praktis dan ekonomis untuk anak-anak mereka yang sedang tumbuh.

Siti Zalikho Agustina, yang lebih akrab disapa Tina, baru saja kembali dari Kendari setelah menghadiri konferensi pers di Jakarta bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Di hadapan para jurnalis, Tina memaparkan temuan yang menggelisahkan dari Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), yang mengungkapkan dampak buruk dari kebiasaan mengonsumsi susu kental manis di dua wilayah, yakni Kendari dan Batam.

Dengan raut wajah serius, Tina bercerita tentang anak-anak di Kendari dan Batam yang sehari-hari disuguhi segelas susu kental manis oleh orang tua mereka. Banyak dari anak-anak ini terlihat gemuk dan montok, sesuatu yang bagi para ibu di sana dianggap sebagai tanda kesehatan dan kesejahteraan.

“Mereka yang diberikan susu kental manis kebanyakan jadi gemuk. Lalu para ibu di sana menganggap anaknya yang gemuk itu ya sehat,” ungkap Tina dengan nada prihatin.

Namun, di balik tubuh yang gemuk itu, terdapat bahaya yang mengintai. Kegemukan yang dialami anak-anak ini bukanlah tanda kesehatan yang sebenarnya, melainkan sebuah indikasi dari kondisi yang lebih serius—obesitas. Tina menjelaskan bahwa kegemukan ini disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi dalam susu kental manis, yang jauh berbeda dari susu cair atau susu jenis lainnya yang lebih bergizi.

Survei yang dilakukan YAICI di Kendari dan Batam semakin mempertegas kekhawatiran ini. Dari 130 ibu di Kendari yang memberikan susu kental manis kepada anak-anak mereka, 56 persen di antaranya memberikan segelas susu kental manis setiap hari. Di Batam, situasinya tidak jauh berbeda; dari 75 ibu yang disurvei, 53 persen memberikan anak mereka segelas susu kental manis sehari.

Namun, hal yang paling mengejutkan dari survei ini adalah banyaknya ibu yang menganggap susu kental manis sebagai pengganti Air Susu Ibu (ASI). Di kedua wilayah tersebut, alih-alih memberikan ASI, para ibu memilih untuk memberikan susu kental manis kepada bayi mereka, yang sebenarnya tidak memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan optimal bayi.

Dengan segala ketulusan dan kepedulian, Tina menyampaikan pesan yang jelas kepada para orang tua, bahwa susu kental manis tidak seharusnya menjadi pengganti susu atau ASI dalam pola makan anak-anak mereka. 

“Akan lebih baik jika tidak mengonsumsi kental manis sebagai pengganti susu mulai sekarang karena risikonya menimbulkan kegemukan baik pada anak-anak maupun dewasa,” kata Tina, menutup penjelasannya dengan penuh harap agar kesadaran ini dapat tersebar luas.

Ketika matahari mulai tinggi di Kendari, para ibu mungkin sedang menyiapkan segelas susu kental manis untuk anak-anak mereka, tanpa menyadari bahaya yang mengintai. Namun, dengan adanya informasi yang lebih baik dan kesadaran yang terus disebarkan, diharapkan mereka akan berpikir ulang dan beralih ke pilihan yang lebih sehat untuk masa depan anak-anak mereka. Satu langkah kecil dapat menjadi awal dari perubahan besar—demi generasi yang lebih sehat dan lebih kuat. (jj)

0 Comments