Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa putusan MK sebelumnya, Nomor 125/PUU-XXII/2024, menyebut bahwa pilihan blank vote dalam pilkada dengan lebih dari satu calon tidak berpengaruh pada hak pemilih. MK juga menegaskan aturan tersebut tidak melanggar hak konstitusional pemilih dan tetap sejalan dengan prinsip demokrasi yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Para pemohon mendalilkan bahwa pengakuan blank vote dapat menjadi cara bagi pemilih untuk mengekspresikan ketidaksetujuan pada seluruh pasangan calon yang ada, dan jika suara kosong menang, pemilihan ulang seharusnya digelar. Namun, MK menilai bahwa hal ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi di Indonesia, yang tetap memberikan ruang bagi pasangan calon untuk mencalonkan diri kembali jika memenuhi syarat.
Herdi Munte menilai aturan ini tidak adil karena suara kosong diakui sah pada pemilihan calon tunggal, namun tidak berlaku pada pemilihan dengan lebih dari satu calon. Fenomena golput juga disebut meningkat, yang menurut pemohon menjadi alasan di balik pengakuan suara kosong.
Hakim Konstitusi Arsul Sani menambahkan bahwa dalil para pemohon telah dipertimbangkan dalam putusan-putusan sebelumnya. Dengan demikian, MK menyatakan alasan permohonan tidak cukup mendasar untuk mengubah pendirian hukum.
Dengan putusan ini, aturan terkait pengakuan suara kosong dalam UU Pilkada tetap berlaku, menguatkan hak pencalonan kembali bagi pasangan yang kalah dalam pilkada berikutnya jika memenuhi syarat yang ditentukan.
0 Comments