UJARAN, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU Pilkada yang diajukan dalam Perkara Nomor 127/PUU-XXII/2024. Dalam sidang yang digelar pada Kamis (14/11/2024), MK menilai permohonan para Pemohon terkait Pasal 109 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebagai tidak jelas atau kabur (obscuur).
Permohonan tersebut diajukan oleh tiga warga Jakarta yang menginginkan pilihan “kotak kosong” dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan lebih dari satu pasangan calon. Pemohon berpendapat, opsi kotak kosong tersebut penting untuk mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap kandidat yang tersedia.
Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan bahwa petitum dan posita para Pemohon tidak menunjukkan argumentasi yang cukup kuat. Mahkamah menyebut bahwa uraian mengenai pertentangan norma yang diuji dengan UUD 1945 dinilai tidak lengkap dan tidak relevan untuk dievaluasi lebih lanjut.
Permohonan ini juga mencakup Pasal 54C ayat (2), Pasal 54D ayat (1), (2), dan (3) UU Pilkada. Pemohon mengusulkan agar ketentuan kolom kosong diberlakukan untuk pemilihan dengan lebih dari satu pasangan calon, namun Mahkamah menyatakan dalil mereka telah kehilangan objek.
Mahkamah juga memutuskan perubahan desain surat suara Pilkada dengan calon tunggal pada Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024, yang mengharuskan surat suara mencantumkan pilihan “setuju” atau “tidak setuju” pada calon tunggal tersebut, yang akan berlaku pada 2029.
MK memutuskan bahwa ketentuan norma tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 dalam konteks pemilihan yang mencerminkan kedaulatan rakyat dan prinsip demokrasi. Dengan ini, pemohon tetap dapat memilih antara calon yang ada atau kolom kosong sesuai aturan yang berlaku untuk calon tunggal.
0 Comments