“Cara lain untuk mengidentifikasi keaslian uang rupiah tidak dibenarkan dengan membelah atau menyobeknya,” kata Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel, Ricky Satria, dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Ricky menekankan penggunaan metode 3D—Dilihat, Diraba, dan Diterawang—sebagai cara yang benar untuk memeriksa keaslian uang. Metode ini dianggap lebih aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Hal ini (membelah atau merobek uang) bertentangan dengan Undang-Undang Mata Uang, sehingga tidak dibenarkan,” lanjut Ricky.
Dia merujuk pada Pasal 25 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yang menyebutkan bahwa tindakan merusak, memotong, atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatannya sebagai simbol negara dapat dikenai sanksi pidana.
“Setiap orang yang melakukannya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau dikenai denda maksimal Rp1 miliar,” tegasnya.
Ricky juga mengimbau masyarakat yang merasa menerima uang palsu untuk melapor ke pihak berwenang. Alternatifnya, laporan juga bisa diajukan ke kantor BI atau bank terdekat untuk pengecekan lebih lanjut.
“Jika ada keraguan atas keaslian uang rupiah, segera datang dan laporkan ke Bank Indonesia atau pihak berwajib agar mendapatkan verifikasi yang tepat,” ujarnya.
Kasus ini muncul setelah sejumlah video di media sosial menunjukkan warga membelah uang rupiah sebagai cara untuk membuktikan keasliannya. Namun, metode ini dianggap merusak mata uang dan dapat memicu sanksi hukum.
Bank Indonesia berharap masyarakat lebih memahami cara memeriksa keaslian uang dengan cara yang sah dan menghindari tindakan yang dapat merendahkan nilai simbol negara. Selain itu, BI terus berkomitmen memberikan edukasi terkait ciri-ciri uang asli melalui berbagai program sosialisasi.
Kejadian ini kembali mengingatkan pentingnya pengetahuan masyarakat terhadap aturan penggunaan mata uang rupiah, baik sebagai alat transaksi maupun sebagai lambang kedaulatan negara. (udin)
0 Comments