UJARAN.CO.ID, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menyatakan akan segera memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait dengan polemik kenaikan PPN 12% yang baru-baru ini disahkan. Pembahasan ini akan menjadi fokus utama, mengingat adanya perbedaan pemahaman terkait tarif PPN yang diterapkan oleh pemerintah.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo sebelumnya menginginkan tarif PPN untuk barang dan jasa nonmewah tetap 11%, namun dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru, tarif PPN ditetapkan menjadi 12%. Pada akhirnya, pada tanggal 31 Desember 2024, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan kekhawatirannya mengenai penafsiran yang salah terhadap peraturan tersebut. Beberapa perusahaan retail sudah mulai memungut PPN 12%, meskipun pada dasarnya tarif tersebut hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Misbakhun meminta kepada Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk mundur karena dianggap tidak mengikuti instruksi Presiden.
Menurut Misbakhun, DJP seharusnya tidak membuat kebijakan yang bertentangan dengan instruksi Presiden. Jika terus berlanjut, hal ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Komisi XI DPR memanggil Kemenkeu untuk membahas persoalan tersebut lebih mendalam.
Misbakhun juga menyoroti pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menurutnya tidak melarang penerapan multitarif PPN. Seharusnya, tarif PPN 11% bisa diterapkan untuk barang dan jasa nonmewah, sementara tarif PPN 12% hanya untuk barang dan jasa mewah. Namun, keputusan PMK Nomor 131 Tahun 2024 yang menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan nilai lain, seperti 11/12 dari harga jual, justru menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Misbakhun menjelaskan bahwa meskipun tarif PPN dapat dihitung ulang melalui SPT masa PPN, penerapan tarif ganda ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat dan pelaku usaha. Selain itu, ia juga mengkritik persiapan singkat yang diberikan untuk pelaksanaan perubahan tarif PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Hal ini membuat pengusaha kesulitan menyesuaikan sistem mereka dengan aturan baru.
Dalam kesempatan tersebut, Misbakhun juga mengingatkan agar aturan teknis seperti PMK 131 Tahun 2024 disusun dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Ia menganggap bahwa peraturan yang rumit dan multitafsir justru akan menciptakan kebingungan yang lebih besar di kalangan pelaku usaha dan masyarakat.
Menurut Misbakhun, pemahaman yang tidak tepat mengenai PPN 12% dapat mengakibatkan masyarakat membayar lebih dari yang seharusnya. Oleh karena itu, ia mendesak agar Kemenkeu segera memberikan klarifikasi terkait penerapan PPN 12% ini.
Sementara itu, barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12% adalah barang yang sudah diatur dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan PPnBM untuk barang dan jasa mewah. Meski begitu, Presiden Prabowo menegaskan bahwa stimulus ekonomi yang telah disiapkan pemerintah akan tetap berlaku, yang menyasar sektor rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik, dan properti.
Dalam pernyataannya, Misbakhun menegaskan bahwa keputusan Kemenkeu terkait tarif PPN 12% harus segera diperjelas agar tidak menambah kebingungan di masyarakat dan sektor usaha. Hal ini juga perlu agar tidak menurunkan kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah yang telah disusun untuk merespon kebutuhan ekonomi masyarakat.
0 Comments