UJARAN.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terkait kewenangan Inspektorat Daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Putusan ini disampaikan dalam Sidang Pleno MK yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Jumat (21/3/2025).
“Amar putusan, mengadili: menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya.
Permohonan ini diajukan oleh Arivan Utama, Muhammad Irfan, dan Bambang Sucahyo, yang menggugat Pasal 216 ayat (2) dan (3), Pasal 379 ayat (2), serta Pasal 380 ayat (1) dan (2) UU Pemda. Mereka menilai norma tersebut bertentangan dengan prinsip otonomi daerah dan berpotensi menghambat pemberantasan korupsi di tingkat daerah.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa aturan dalam UU Pemda telah mengakomodasi mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah secara berjenjang. “Pembinaan dan pengawasan daerah provinsi dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” ujarnya.
MK menegaskan bahwa Inspektorat Daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah, sesuai dengan Pasal 216 ayat (3) UU Pemda. Menurut Mahkamah, perubahan mekanisme pertanggungjawaban kepada Menteri Dalam Negeri justru dapat mengurangi otonomi daerah dan memperpanjang birokrasi.
“Dalil Pemohon yang menginginkan Inspektorat Daerah bertanggung jawab langsung kepada menteri adalah tidak berdasar, karena berpotensi menimbulkan rentang kendali birokratis yang dapat menghambat pelayanan publik,” ujarnya.
Lebih lanjut, MK juga merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 yang memperkuat fungsi Inspektorat Daerah dalam pengawasan dan pencegahan korupsi. “PP ini dibuat untuk memperkuat peran Inspektorat Daerah agar lebih independen dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Selain itu, MK menegaskan bahwa mekanisme pengawasan daerah telah diatur secara rinci dalam Pasal 374 dan Pasal 375 UU Pemda. Dengan demikian, kewenangan pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah daerah tetap sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Terkait kekhawatiran Pemohon bahwa Inspektorat Daerah rentan dipengaruhi kepentingan politik lokal, MK menilai bahwa hal ini telah diantisipasi melalui berbagai mekanisme pengawasan eksternal. “Fungsi pengawasan internal dan eksternal telah diatur untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah,” ujarnya.
Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa pengaturan kewenangan Inspektorat Daerah dalam UU Pemda tetap berlaku, sehingga mekanisme pengawasan dan pembinaan daerah tidak mengalami perubahan. “Norma yang diuji tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap berlaku sebagaimana mestinya,” pungkasnya.
0 Comments