![]() |
Dikutip dari Reuters pada Sabtu (12/4/2025), tarif impor 125 persen dari China ini menandai eskalasi terbaru dalam perang dagang yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. |
UJARAN.CO.ID - Konflik dagang antara China dan Amerika Serikat kembali memanas setelah Beijing secara resmi mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap barang-barang dari AS sebesar 125 persen. Keputusan ini disampaikan sebagai bentuk balasan atas kebijakan tarif tinggi yang sebelumnya diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Dikutip dari Reuters pada Sabtu (12/4/2025), tarif impor 125 persen dari China ini menandai eskalasi terbaru dalam perang dagang yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Langkah ini juga mencerminkan ketegangan diplomatik yang semakin meruncing antara dua kekuatan ekonomi dunia, ujarnya.
Menurut pernyataan resmi dari Kementerian Keuangan China, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap aturan perdagangan internasional. “Pemberlakuan tarif yang sangat tinggi oleh AS terhadap Tiongkok secara serius melanggar aturan ekonomi dan perdagangan internasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, Beijing mengecam kebijakan tersebut sebagai tindakan sepihak yang tidak mencerminkan prinsip ekonomi sehat. “Kebijakan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi dasar dan akal sehat, dan merupakan tindakan intimidasi dan pemaksaan sepihak,” ujarnya.
China menilai tarif baru dari AS tidak memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Dalam pernyataan lanjutan, pemerintah Tiongkok menegaskan bahwa kebijakan tersebut lebih menyerupai lelucon dalam konteks ekonomi global. “Bahkan jika AS terus mengenakan tarif yang lebih tinggi, tarif itu tidak akan lagi memiliki signifikansi ekonomi dan akan menjadi bahan tertawaan dalam sejarah ekonomi dunia,” ujarnya.
Sebagai bentuk ketegasan, Beijing menyatakan ini adalah respons terakhir mereka terhadap Trump. Mereka menolak untuk terus terlibat dalam perang tarif yang dinilai tidak produktif. “Jika AS terus memainkan permainan angka dengan tarif, China tidak akan menanggapi,” ujarnya.
Pernyataan keras China ini muncul setelah Presiden Trump kembali menaikkan bea masuk terhadap sejumlah barang impor asal Tiongkok, termasuk produk teknologi dan kendaraan listrik. Langkah ini disebut sebagai strategi proteksionis guna memperkuat industri dalam negeri AS, ujarnya.
Namun, kebijakan tersebut mendapat kritik tajam dari komunitas global, termasuk organisasi perdagangan dunia (WTO), yang menilai tindakan sepihak seperti ini dapat merusak stabilitas perdagangan internasional, ujarnya.
Sejumlah analis ekonomi juga memperingatkan bahwa konflik tarif yang terus berlanjut ini berpotensi memicu resesi global dan melemahkan rantai pasok dunia. “Jika dua negara dengan ekonomi terbesar saling balas tarif tanpa kendali, maka seluruh dunia akan terkena imbasnya,” ujarnya.
Saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa kedua negara akan kembali ke meja perundingan. Dengan tarif impor 125 persen dari China ke AS, situasi konflik dagang diprediksi akan semakin sulit dipulihkan dalam waktu dekat, ujarnya.
0 Comments