UJARAN.CO.ID - Tren tarian THR yang viral jelang Lebaran 2025 menimbulkan perdebatan di kalangan warganet Indonesia. Gerakan tarian ini dinilai sangat mirip dengan tarian tradisional Yahudi yang dikenal dengan nama tarian Hora. Banyak masyarakat yang sebelumnya ikut menirukan tarian tersebut kini mulai mempertanyakan asal-usul gerakannya.
Dalam sejumlah video yang beredar luas di media sosial, tarian pemanggil THR ini dilakukan secara beramai-ramai dengan gerakan kaki serempak ke kanan dan ke kiri, disertai lompatan kecil ke depan dan ke belakang. Tarian ini viral sebagai bentuk ekspresi kegembiraan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Namun, fakta bahwa gerakan tarian THR sangat mirip dengan tarian Hora menuai kekhawatiran dari sejumlah pihak. Hora dikenal sebagai bagian dari budaya rakyat Israel yang kerap ditampilkan dalam perayaan Yahudi. Salah satu ciri khasnya adalah formasi melingkar dan gerakan kaki yang dinamis.
“Kami mengimbau masyarakat lebih selektif dalam meniru budaya luar, apalagi yang memiliki akar budaya atau keagamaan yang berbeda,” ujar Ustaz Abdul Karim, seorang pendakwah asal Jakarta, dikutip pada Senin (7/4/2025).
Kontroversi muncul setelah sejumlah tokoh keagamaan mengaitkan tarian ini dengan peringatan dalam hadits Rasulullah SAW. Hadits tersebut berbunyi, ‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka’ (HR Abu Daud dan Ahmad). Hal ini menambah keresahan di kalangan umat Muslim.
“Meski terlihat sebagai bentuk hiburan, kita tetap harus bijak dalam menyikapi tren yang tidak jelas asal-usulnya,” ujar Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya, KH Marzuki Ahmad. Ia menyarankan agar tren seperti ini tidak serta-merta ditiru sebelum ada kajian budaya dan agama.
Tarian Hora sendiri memiliki sejarah panjang di komunitas Yahudi, dan menjadi simbol kebahagiaan serta solidaritas masyarakat Israel. Dalam pernikahan Yahudi, tarian ini menjadi bagian penting dalam seremoni, termasuk momen pengangkatan mempelai di kursi oleh para tamu.
“Identitas budaya kita harus dijaga, terutama ketika nilai-nilai asing masuk melalui media sosial secara masif,” ujar Dosen Antropologi Budaya Universitas Indonesia, Dra. Siti Ramadhani.
Sementara itu, sejumlah netizen juga menyuarakan pendapat senada. Mereka meminta agar tren tarian THR tidak lagi disebarluaskan jika memang terbukti meniru tarian dari budaya lain yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan keindonesiaan.
“Penting bagi generasi muda untuk memahami konteks budaya dari setiap tren yang mereka ikuti,” ujar seorang pengguna Twitter dengan nama @ayumuhammad. Ia berharap fenomena ini menjadi pelajaran bersama agar masyarakat tidak menelan bulat-bulat semua tren dari luar.
0 Comments